Thursday, October 20, 2016

My Self Reminder

Bicara mengenai hubungan, pernikahan, ngga ada habisnya. Seru memang, apalagi untuk wanita berumur 25 tahun seperti saya. Kanan kiri, grup ini grup itu, semua isinya ngga jauh mengenai topik ini. Undangan pernikahan teman seangkatan sudah butuh jari tangan banyak orang untuk menghitungnya.

Salah dua pertanyaan yang sedang ada dibenak saya ialah,

Sebenarnya hubungan lelaki perempuan yang ideal itu seperti apa sih? Cerita cinta pernikahan yang ideal itu seperti apa sih?
Apakah seperti yang sudah lama pacaran hingga bertahun tahun lalu akhirnya menikah? Atau seperti yang sudah sejak lama berteman saking dekatnya sehingga tidak tahu lagi bedanya saat akhirnya menikah, pasangan rasa sahabat? Atau seperti yang baru dikenalkan kemarin lalu sebulan kemudian sudah menjadi orang yang dilihat setiap pagi membuka mata? Atau seperti yang diam diam suka bertahun tahun, padahal sebenarnya sama-sama suka dan akhirnya menikah? Atau seperti apa?

Cerita cinta itu banyak. Hubungan yang ideal itu juga berbeda pastinya setiap orang. Tapi buat saya setidaknya, saya seharusnya memiliki bayangan ideal itu seperti apa.

Sampai beberapa bulan yang lalu, jujur saja, saya masih santai, ngga perduli, ada sih sedikit kepikiran, tapi bisa dibilang saya tidak terlalu peduli masalah pernikahan. Yang waktu itu dipikiran saya, sangatlah positif, ideal seharusnya menurut saya, "Nanti juga ada, nanti pasti dipertemukan." Dan idealism saat saya muda dan belum siap menikah juga sepertinya sangat ideal, idealism "saya ngga perlu kok pacaran, nanti saja kalau sudah siap menikah, baru pikir lagi."

Sangat ideal bagi saya, tapi idealisme saya itu kurang persiapan. Keidealan itu buat saya agak jadi sia-sia karena kurang didukung ilmu diri dan persiapan diri saya yang mantap.

Tapi sedari sebulan dua bulan belakangan ini, saya jadi sangat sensitive dan kepikiran sekali masalah pernikahan ini, seperti yang, wah kayanya gabisa diam begini saja, insecure juga ada, bingung dan bertanya-tanya. Kenapa begitu, mungkin banyak faktor, dari baper, dari ekspektasi, dari terpengaruh juga banyak orang yang merasakan dan membicarakan masalah "kapan menikah" ini disekitar saya.

Saya yang dulunya ideal menurut saya itu, mengapa bisa juga ternyata terbawa perasaan, itu karena sepertinya saya kurang paham banyak hal mengenai hubungan laki-laki perempuan, saya tidak siap dan memang belum pintar. Bukannya berarti kita tidak boleh terbawa perasaan, suka dan jatuh cinta itu hal yg alami, manusiawi, tp bagaimana prosesnya itu lah yang ilmunya belum saya kuasai dengan baik.

Nah, sekarang saya ingin mempersiapkan diri saya. Membekali diri. Menguatkan diri. Belajar. Bagimana caranya biar benar ikhlas berpikir, "Nanti juga ada, nanti pasti dipertemukan". Dari berbagai kemungkinan yang bakal dihadapi, bagaimana sih harusnya sikap saya?

Pertama, dikemungkinan jika saya memiliki seseorang yang saya suka. Harus gimana?

Sukanya suka sekali, kenal juga, tapi tahu orang itu tidak available lagi, alias sudah punya calon yang kemungkinan besar jadi pasangan hidupnya.
Ditunggukah? Siapa tahu kan jodoh. Ini bakal jadi cerita cinta keren banget kalau nantinya kita jadi setelah pengorbanan bertahun-tahun saya setia nunggu dia. Iya ngga sih?
Padahal tidak keren sama sekali. Kenapa? Karena siapa sih yang bisa menjamin masa depan saya dan orang itu? Kalau memang jodoh, yang jauh nya ribuan mil pun bisa ketemu, tapi kalau ngga jodoh yang jaraknya satu jengkal setiap hari ketemu pun, tidak akan jadi juga. Jadi saya sebaiknya, berusaha tidak memupuk rasa suka itu.
Kalau rasa sudah terlanjur terpupuk terlalu dalam, hingga cacing cacing pun bisa merasakan nikmat pupuknya, berusahalah lebih lagi agar tidak merasa-rasakan itu. Jangan coba coba iseng kepo lagi atau buka buka history chat sama dia (walaupun chatnya juga gada yang spesial loh), jangan buka buka album foto lama. Jangan mulai duluan, sangat kangen orang tersebut terus saya jadi iseng cuma sekedar nanya kabar atau cari-cari kesibukan buat chat dia, NO ! Coba pikir, apa gunanya? Terus kenapa kalau sudah tahu kabar dia?

Kendalikan diri. Kita sendiri yang paling bisa mengendalikan perasaan kita. Puasa deh. Puasa buat berhenti melakukan hal-hal yang sekiranya akan memupuk perasaan kita sama dia. Puasa. Puasa. Puasa. 

Tapi kalau memang sudah puasa dan ternyata masih ada rasa suka itu, karena memnag nasipnya harus selalu berhubungan sama dia, gimana? Masa harus pindah kota, pindah rumah, block kontaknya, block medsosnya? Haha itu namanya saya memutus tali silaturahim dong. Alamiah deh. Kalau ada kepentingan dan harus mengontak satu sama lain, kenalkan batasannya. Balas chatnya, tapi jangan serempet serempet sampai ke hal lainnya. Saya sendiri yang seharusnya paling paham batasan kepentingan itu kan.

Sukailah, sayangilah, tidak apa-apa, tapi tak perlu diucap, dirasa, dibicarakan, apalagi diumbar di media social. Maksimal yang bisa saya lakukan hanyalah mendoakan dia. Menyukai seseorang dengan doa-doa yang terlantun, romantis ngga sih?

Kemungkinan Kedua, kalau saya sedang suka seseorang, tapi suka suka aja kenal juga ngga terlalu, semacam jaman dulu suka sama kakak kelas keren, bisa dibilang fans lah. Tapi dream banget kayanya kalau si kakak kelas ini jadi suami masa depan saya. HAHAHA, padahal ngga kenal ._. Saya seharusnya menyikapi sama seperti diatas, diam, tidak perlu dirasa, cukup didoa. Tapi saya kok disuruh diam? Kalau ngga usaha dulu, rugi namanya. Yaudah USAHA kalau gitu, jangan diam aja. Sebenarnya ini berlaku juga buat masalah yang nomor satu, tapi masalahnya karena udah tau ngga available, buat apa usaha toh saya yakin bakal ditolak. Atau saya berpikir, "setidaknya dia tahu perasaan aku, cukup itu" WOY Cukup. Kemaluan jangan diumbar! Harga diri jangan semakin turun! Saya harus usaha tapi tolong, dengan cara yang tepat.

Usaha dengan cara yang tepat, maksudnya ialah, tanyakan, dia yang saya suka itu available atau ngga, pastikan itu lewat orang yang dipercaya. Bisa tanya ke keluarga, sahabat dekat, atau kedianya sendiri langsung juga boleh kalau berani. Kalau :p Dan sekali lagi ingatkan diri saya sendiri, ini untuk kondisi saya yang memang sudah mantap mau menikah dalam waktu dekat loh. Bukan masih menunggu hajat yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Kasian kan masnya kalau disuruh nunggu nunggu. 

Contohnya, sekarang saya kan masih sekolah, diluar negeri lagi, mau sih nikah, tapi paling nanti kalau sudah lulus baru menikahnya. Nah, ini salah pikiran saya. Itu tandanya mau nge-tag seseorang dulu gitu ngga sih, kok enak banget, emang orang itu ngga punya hajat lain sampai nikahnya harus nunggu saya lulus dulu? Kalau maunya nanti ya bertindaknya nanti saja. Kalau memang butuh menikah, kenapa harus nunggu lulus dulu, jadi sekarang saya ubah pola pikir saya, saya siap jika memang waktunya untuk menikah sekarang walaupun saya belum lulus. Setelah itu saya baru bisa bertindak. Hubungilah sahabatnya, keluarganya, dianya, hubungi langsung boleh kalau berani mah, minta tolong hubungi sama sahabat atau keluarga saya juga boleh. Tanyalah baik baik, ke availablean, dan kesediaannya. Nembak lah gitu. Dan agaknya saya bukan tipe seberani itu untuk tanya sendiri sih, hehe. Tapi kalau memang nantinya belum jodoh, yah pasti ada aja tandanya, maksudnya yah kalau ditolak gitu, yah tidak apa-apa, itu artinya harus kembali lagi ke teori sebelumnya, diam saja, jangan dirasa-rasa, didoakan saja.

Tapi kok ya, saya cewe kok, masa yang nanya duluan sih. Eh, kenapa tidak sih? Tahun 2016 loh ini sekarang. Kalau ga bertindak-tindak ya sudah terima saja nasib, jangan baper tapi, jangan kepikiran, dan harus ikhlas kalau tiba-tiba nanti dianya ditembak cewe lain :p

Ketiga, kemungkinan tiba-tiba dekat sama seseorang. Yang namanya tiba-tiba kayanya aneh. Ini pasti ada yang salah diawalnya hahaha, ngga bisa saling menyalahkan tapi salah saya dan salah orang itu juga sih. Tapi gimana ya namanya juga tiba-tiba, alamiah, karakter saya yang begini juga sih yang bikin saya mudah dekat sama orang lain, salah saya banget sih memang. 

Terus gimana dong kalau saya sudah terlanjur salah? Sudah terlanjur dekat, eh terlanjur suka, yasudah kembali lagi sih ke fitrah. Kembali lagi ke teori yang tadi. Salah jangan lama-lama, terlanjur jangan sampai disekalianin aja. Harus tahu kapan waktunya kendaraan kita berhenti, berbalik, walaupun juga sudah terlalu jauh beloknya.

Tapi suka ngga suka, bertameng "teman" antara laki-laki dan perempuan, saya tahu banget sih, at least bagi saya sendiri, itu bullshit. Haha. Ntah saya atau orang itu kalau namanya sudah terlanjur "berteman", pasti terbawa perasaan, salah satu nya apa malah keduanya. Kalau salah satunya yah sudah dipastikan nantinya di masa depan bakal ada yang sakit hati banget. And its likely to be me.

Kalau bisa dengan cara yang lebih baik mengapa tidak ? Kalau bisa menghindari kemungkinan sakit hati yang parah sekali di masa depan, kenapa tidak? Tapi saya loh tipe yang berani berpikir, "Saya tahu bakal sakit sih nantinya, tapi gapapa kok," ITU NAMANYA NGEJAR KESENANGAN sementara! Iya ngga sih? Bukan waktunya main main sih. Udah 25 tahun. PUASA, Tik, puasa.

Apapun bentuknya, rasa perhatian ke orang yang tidak tepat itu bukan kewajiban saya. Dan diperhatikan oleh orang yang tidak tepat juga bukan hak saya. Semua harus ada batasannya. Dan saya sendiri yang tahu batasan itu. Perhatiannya sebaiknya dialihkan ke yg lebih membutuhkan perhatian saya. Saya masih punya Ibu-bapak yang saya tahu sendiri jarang sekali saya yang menghubungi duluan, sekedar menanyakan kabar. Jadi kenali, sadari, siapa-siapa saja yang berhak atas perhatian saya ?

Kemungkinan keempat, dideketin seseorang. Agak terdengar lucu kalau buat saya, tapi namanya juga kemungkinan. Hahaha. Buat saya, bukan saya saja sih tapi memang lumrah lah buat semua orang, kalau dideketin seseorang dengan "maksud" tertentu, biasanya akan sadar dengan hal itu. Dan kemungkinan ini sih agaknya saya sudah cukup jago mengatasinya, hehe. 
Intinya sih saya gaboleh keeping fans. Keeping fans emang salah? Salah saya kalau ada yg suka? Kan bukan kita yang mulai duluan. Yah sudah tahulah, kalau pikirannya kaya gini ya terlalu egois sekali. Yang maksudnya keeping fans juga nyambung kembali lagi ke teori awal, teori harus tahu batasannya. Kalau ga suka ya bilang ga suka. 

Tapi, di umur menikah sekarang ini, kalau kemungkinan ini datang, adalah sesuatu yang seharusnya tidak boleh dihindari. Walaupun saya awalnya tidak kenal apalagi suka. Jangan menolak maksud saya. Buka pintu, open house. Mengetahui seseorang punya perasaan terhadap saya, yah namanya ini ada yang mau mampir ke open house saya :D Cuma sebelum masuk lebih dalam, tanyakan keseriusannya, kalau memang serius, silahkan masuk rumah dan berbicara kepada Ibu Bapak saya :) Dan bukan berarti dia jodoh dan calon pendamping saya di masa depan loh, walaupun sudah masuk rumah, walaupun sudah dapat izin, walaupun eh saya tiba-tiba jadi suka :p Jadi tetap harus tahu batasan, tahu bagaimana menempatkan diri, menjaga perasaan, sampai disaat setelah semua orang bilang "sah"


Oktober 2, 2016.